Home » » Tanaman Poliploid

Tanaman Poliploid

Written By Unknown on Kamis, 30 Oktober 2014 | 01.29



Poliploid adalah kondisi pada suatu organisme yang memiliki set kromosom (genom) lebih dari sepasang. Organisme yang memiliki keadaan demikian disebut sebagai organisme poliploid. Usaha-usaha yang dilakukan orang untuk menghasilkan organisme poliploid disebut sebagai poliploidisasi.
Organisme hidup pada umumnya memiliki sepasang set kromosom pada sebagian besar tahap hidupnya. Organisme ini disebut diploid (disingkat 2n). Namun demikian, sejumlah organisme pada tahap yang sama memiliki lebih dari sepasang set. Gejala semacam ini dinamakan poliploid (dari bahasa Yunani poly, berganda. Organisme dengan kondisi demikian disebut poliploid. Tipe poliploid dinamakan tergantung banyaknya set kromosom. Jadi, triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n), heksaploid (6n), oktoploid, dan seterusnya. Dalam kenyataan, organisme dengan satu set kromosom (haploid, n) juga ditemukan hidup normal di alam.
Fenomena poliploid di alam dapat dibagi atas :
1.      autopoliploid (penambahan genom dimana pasangan kromosomnya homolog),
2.      allopoliploid (penambahan genom dimana kromosomnya tidak homolog).
Secara umum autopoliploid sama dengan diploid, perbedaannya hanya tergantung pada genotip asal, serta terjadi peningkatan ukuran sel merismatik dan sel penjaga (Sparrow, 1979 ; Poehlman dan Sleper, 1995). Sedangkan tanaman allopoliploid dihasilkan menurut Sparrow (1979) adalah untuk mengkombinasi karakter-karakter yang diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman. 

Autopoliploid
Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog karena pada umumnya berasal dari satu spesies. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang komplemen secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi artifisial melalui perlakuan kolkisin dan dapat terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini jarang ditemukan. Menurut Vandepoele et al, (2003) autopoliploid dapat berasal dari persilangan intraspesies diikuti dengan penggandaan kromosom dimana gamet tidak mengalami reduksi dan kromosomnya membentuk multivalent pada saat miosis, dengan pewarisan yang multisomik Beberapa tanaman yang termasuk autopoliploid alami adalah kentang, ubi jalar, kacang tanah, alfalfa dan “orchardgrass”.
Beberapa sifat autopoliploid yang berbeda dengan diploid adalah :
(1) volume sel dan nukleus lebih besar,
(2) bertambah ukuran daun dan bunga serta batang lebih tebal,
(3) terjadi perubahan komposisi kimia meliputi peningkatan dan perubahan karbohidrat, protein, vitamin dan alkaloid,
(4) kecepatan pertumbuhan lebih lambat dibanding diploid, menyebabkan pembungaannya juga terlambat,
(5) miosis sering tidak teratur dengan terbentuknya multivalen sebagai penyebab sterilitas,
(6) poliploid tidak seimbang terutama pada triploid dan pentaploid (Sparrow, 1979).
Dikatakan juga oleh Poehlman dan Sleper (1995) bahwa autopoliploid berperan meningkatkan ukuran sel merismatik tetapi jumlah total sel tidak bertambah. Menurut Sareen et al. (1992) tanaman autotetraploid mempunyai bagian vegetatif lebih besar, menyebabkan mereka lebih jagur dibanding diploidnya. Tetapi efek ini tidak universal karena ada beberapa autotetraploid yang mirip atau lebih lemah dibandingkan tetua diploid.

Menurut Poehlman dan Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk memproduksi dan memanfaatkan autoploid dalam program pemuliaan tanaman yaitu :
(1) autoploid cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar sedangkan biji yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan tanaman yang bagian vegetatifnya dipanen,
(2) lebih berhasil untuk mendapatkan autoploid yang jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah kromosom sedikit,
(3) autoploid yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih baik dari pada autoploidi dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang membantu secara luas rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh keseimbangan genotip pada poliploid.

Allopoliploid
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom dari genom normal 2n =2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog. Allopoliploid terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan genom (hibridisasi interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada atau hanya beberapa kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom spontan atau diinduksi maka tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang termasuk alloploid alami adalah gandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa spesies kubis.

Allopoliploid ditemukan ada yang allopoliploid segmental (sebagian kromosom homolog) menyebabkan steril sebagian, dan allopoliploid (semua kromosom tidak homolog) menyebabkan steril penuh. Allopoliploid segmental memiliki segmen kromosom homologous dan homoeologus (homolog parsial) yang selama miosis dapat terjadi bivalen dan multivalen sehingga pewarisannya campuran disomik-polisomik (Vandepoele et al. 2003). Dikatakan juga bahwa prototipe poliploid dari rumput-rumputan seperti gandum adalah allopoliploid, jagung adalah alloploidi segmental dan padi adalah paleopoliploid.

Tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang diinginkan dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Menurut Poehlman dan Sleper (1995) beberapa manfaat alloploidi untuk para pemulia adalah :
(1) dapat mengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi,
(2) menghasilkan genotip tanaman baru,
(3) dapat memudahkan transfer gen antar spesies dan
(4) memudahkan transfer atau subtitusi kromosom secara individual atau pasangan kromosom.

Para pemulia menginduksi poliploid dengan menyilangkan antara spesies budidaya tetraploid dengan kerabat liarnya dengan tujuan supaya gen yang diinginkan dapat ditransfer dari spesies liar ke kultivar budidaya (Sparrow, 1979). Menurut Poehlman dan Sleper (1995) hampir semua kerabat liar Solanum dapat disilangkan dengan Solanum tuberosum (interspesies) dengan tujuan untuk mendapatkan resistensi terhadap stress abiotik maupun biotik serta memperbaiki heterosigositas tanaman.

Pendekatan pembuatan allopoliploid ini kelihatan kurang berhasil dibanding induksi autopoliploid. Kesulitan yang ditemui dengan pendekatan ini adalah :
(1) adanya “barier incompatible” antar kedua spesies yang akan disilangkan,
(2) terjadi pembuahan tetapi mengalami aborsi embrio (Karmana, 1989). Kendala dalam menghasilkan tanaman allopoliploid ini dapat diatasi dengan teknik hibridisasi baru yaitu fusi protoplas atau hibridisasi somatik.

Comments
0 Comments

0 komentar :

Posting Komentar